Makalah Prinsip Ekonomi Dalam Islam

Berikut adalah makalah yang berjudul Prinsip Ekonomi Dalam Islam. Download juga makalahnya dalam format doc disini: Dropbox. Semoga bermanfaat.

DAFTAR ISI







KATA PENGANTAR


            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memebrikan sumbangan baik materi maupun pemikirannya.
            Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya kami akan memperbaiki bentuk maupun menambah isi maklaah agar lebih baik lagi.
            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 10 Oktober 2017
















BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah

Sebagai muslim kita yakin bahwa melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah diatur garis besar aturan untuk menjalankan kehidupan ekonomi dan untuk mewujudkan kehidupan ekonomi, sesungguhnya Allah telah menyediakan sumber daya-Nya dan mempersilahkan manusai untuk memanfaatkannya.
Kita dituntut untuk menerapkan keislaman dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dari aspek ekonomi. Maka mempelajari sistem ekonomi Islam secara mendalam adalah suatu keharusan, dan untuk selanjutnya disosialisasikan dan diterapkan.

1.2       Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut.
·         Apa pengertian dari perekonomian dalam Islam?
·         Apa prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam?
·         Bagaimana sistem perekonomian dalam Islam?

1.3       Tujuan Penulisan

Dari masalah-masalah yang telah dirumuskan di atas, maka penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, antara lain:
·         Agar kita mengetahui pengertian dari perekonomian dalam Agama Islam.
·         Agar kita mengetahui prinsip-prinsip dari ekonomi Islam.
·         Agar kita dapat mengetahui apa yang menjadi karakteristik dari ekonomi Islam.

1.4       Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan dengan menggunakan sumber berupa buku acuan dan artikel terkait, serta dari internet.






BAB II

PEMBAHASAN

2.1  EKONOMI ISLAM


2.1.1 Dasar-Dasar Perekonomian Dalam Islam

Etika perekonomian yang dikembangkan islam adalah menciptakan kegiatan ekonomi yang bertumpu pada pilar tauhid, keseimbangan, dan tazkiyah (membersihkan harta) bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.

2.1.2        Dasar-dasar Etika Ekonomi Islam

Ekonomi islam adalah ekonomi yang menjalankan perannya dengan berpendoman pada ajaran islam. Adapun tujuannya adalah memberikan keseimbangan bagi kehidupan masyarakat. Nilai ekonomi islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi untuk seluruh makhluk hidup di muka bumi. Esensi proses ekonomi islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai islam guna mencapai tujuan agama.

Berikut inilah beberapa dalil naqli yang menjadi dasar perekonomian islam. Agar pengelolaan alam ini sesuai dengan syariat islam, kita perlu memerhatikan rambu-rambu dalam pengelolaan alam semesta.

a.      Alam ini mutlak milik Allah swt.
Sebagai kholifah fil ardi manusia diberi pinjaman harta dimuka bumi ini. Manusia diberi wewenang mengelola alam semaksimal mungkin untuk kehidupannya. Akan tetapi kita harus ingat bahwa semua ini adalah pinjaman belaka dan akan diambil sewaktu-waktu tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.

b.      Status harta yang dimiliki manusia.
Harta adalah amanah dari Allah swt. Manusia hanya merupakan pemegang amanah, karena memang tidak mampu mengadakan benda itu dari tiada menjadi ada.
Beberapa yang perlu diperhatikan dalam masalah harta adalah sebagai berikut.
1.      Harta adalah perhiasan dunia yang memungkinkan manusia berlebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta.
2.      Harta menjadi ujian keimanan dan sering menyebabkan keangkuhan. Terkadang hal itu seseorang tidak lagi memikirkan kehalalan hartanya.
3.      Menjadikan harta sebagai bekal ibadah. Melaui harta, seseorang dapat melaksanakan begitu banyak kegitan (ibadah) atau melaksanakan muamalah sesama manusia, misalnya melalui zakat, infaq, dan sedekah.

c.       Pemanfaatan harta
Banyak pilihan hidup yang bisa didapat melalui harta dan kekayaan, antara lain dapat membeli sejumlah barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bukan hanya kebutuhan saat ini, tetapi juga kebutuhan yang akan datang serta dapat memberikan rasa aman.

Kebutuhan pokok manusia adalah makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Disamping itu, masih banyak kebutuhan lain, misalnya kesehatan, pendidikan, transportasi, dan rekreasi. Keputusan harta itu akan dibelanjakan atau tidak merupakan hak pribadi masing-masing orang, sebagaimana Allah swt telah menetapkan hak guna atas harta yang diperolehnya.


2.1.3 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

a.      Akhlak ekonomi islam mengutamakan cara-cara yang benar
Upaya untuk mendapatkan keuntungan dalam usaha atau bisnis merupakan suatu hal yang lazim, asalkan menggunakan cara-cara yang benar. Di antara proses dan cara yang benar dalam mengambil keuntungan, antara lain :
1.      Tidak mengurangi dan mempermainkan takaran atau timbangan.
2.      Tidak menimbun barang atau komoditas vital yang dibutuhkan masyarakat
3.      Tidak melampaui batas dalam mengambil keuntungan, dan
4.      Tidak memotong jalur distribusi untuk menimbun barang yang mengakibatkan harga barang menjadi naik.
Mengutamakan cara dan proses yang benar dalam meraih keuntungan merupakan aspek penting dalam ekonomi Islam. Pendekatan yang diutamakan adalah pendekatan proses, bukan pendekatan hasil. Melalui pendekatan ini, akhlak dan etika berbisnis sangat diutamakan, sehingga usahanya selaras dengan tuntutan syariat sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw.
Melalui cara ini, keuntungan yang di dapat memilik dua sisi, yaitu keuntungan yang berkaitan dengan masalah duniawi dan keuntungan yang berkaitan dengan masalah ukhrawi. Keuntungan tersebut tidak semata-mata hanya bersifat material, namun juga bersifat nonmaterial.
Meraih keuntungan atau kerugian dalam berbisnis menjadi sebuah hal yang lumrah. Seorang pebisnis tidak mungkin ingin merugi, begitu juga sebaliknya. Kita diingatkan di dalam Al-Qur’an Surah Fatir ayat 29 disebutkan tijaratan lan tabur yang berarti perniagaan yang tiada merugikan diraih jika kita melaksanakan tiga hal, yaitu :
1.      Senantiasa membaca Kitabullah
2.      Mendirikan Shalat, dan
3.      Memanfaatkan sebagian dari rezeki yang Allah swt berikan.

b.      Kesejahteraan individu dan masyarakat
Segala sesuatu yang ada di bumi dan langit dan yang terkandung pada keduanya, menjadi milik Allah swt. Dialah yang menciptakannya dan Dia pula yang memelihara serta mengaturnya. Firman Allah swt dalam QS. Al-Jasiyah/45:13

وَسَخَّرَلَـكُمْمَّافِىالسَّمٰوٰتِوَمَافِىالْاَرْضِجَمِيْعًامِّنْهُۗاِنَّفِيْذٰلِكَلَاٰيٰتٍلِّقَوْمٍيَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya : “Dan dia yang menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.”(QS. Al-Jasiyah/45:13)

Alam semesta diciptakan sebagai rezeki. Akan tetapi, rezeki tersebut berupa sesuatu yang masih perlu diolah. Manusia dengan segala potensinya harus berusaha mengubahnya menjadi barang jadi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan yang paling pokok adalah makan dan minum, meski untuk saak ini masih banyak kebutuhan yang di perlukan oleh manusia.

Salah satu tujuanekonomi islam adalah mencapai masyarakat sejahtera. Masyarakat sejahtera menurut ajaran Islam telah digambarkan oleh Al-Qur’an sengan istilah baldatun tayyibatun wa rabbun gafur.

لَقَدْكَانَلِسَبَاٍفِيْمَسْكَنِهِمْاٰيَةٌۚجَنَّتٰنِعَنْيَّمِيْنٍوَّشِمَالٍۗکُلُوْامِنْرِّزْقِرَبِّكُمْوَاشْكُرُوْالَهٗۗبَلْدَةٌطَيِّبَةٌوَّرَبٌّغَفُوْرٌ   
Artinya : “Sungguh bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah kiri, (kepada mereka dikatakan) makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (Q.S Saba’/34:15)

Masyarakat makmur, damai, dan adil baru akan terwujud jika masyarakat itu menjalankan prinsip-peinsip yang digariskan oleh agama. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja perkenomian Islam, diantaranya Firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah/2:168
يٰٓاَيُّهَاالنَّاسُكُلُوْامِمَّافِىالْاَرْضِحَلٰلًاطَيِّبًاۖوَّلَاتَتَّبِعُوْاخُطُوٰتِالشَّيْطٰنِۗاِنَّهٗلَـكُمْعَدُوٌّمُّبِيْنٌ
Artinya : “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baiuk yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu masih yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah/2:168)

Melalui pemahaman terhadap uraian tersebut, jelaslah bahwa ekonomi yang berlandaskan ajaran Islam adalah kegiatan perkenomian yang paling unggul, karena akan menciptakan pelaku bisnis yang berakhlak mulia.









2.2     Praktik Ekonomi dalam Islam


2.2.1 Jual Beli

a.      Pengertian dan Hukum Jual Beli
Menurut bahada, jual beli adalah memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu atau menukarkan sesuatu dengan yang lain. Adapun menurut istilah syara’, jual beli ialah kesepakatan tukar-menukar barang atas dasar kerelaan untuk memiliki barang tersebut dengan cara atau akad tertentu.
Hukum jual beli ada empat, yaitu :
1.      Mubah atau boleh, artinya setiap muslim dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual beli (hukum asalnya).
2.      Wajib, yaitu apabila dalam mempertahankan hidup ini hanya satu-satunya (jual beli) yang mungkin dilaksanakan oleh seseorang.
3.      Haram, yaitu jika jual beli itu tidak memenuhi rukun dan syarat.
4.      Sunah, yaitu jual beli kepada seseorang yang membutuhkan barang tersebut.

b.      Dasar hukum jual beli
Firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah/2:275:
Artinya: “... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqarah/2:275)
Firman Allah swt dalam QS. An-Nisa’/4:29:
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antar kamu...” (QS. An-Nisa’/4:29)
Dan hadis Nabi saw:
Artinya : Abu Sa’id Al-Khudri berkata, Rasulullah saw bersabda:”Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan suka sama suka.” (HR. Ibnu Majah)

c.       Hal-hal yang berkaitan dengan jual beli
1)      Rukun Jual Beli
a.      Adanya penjual dan pembeli. Syarat sah penjual dan pembeli terdiri dari :
·         Balig dan berakal (QS. An-Nisa’/4: 5)
·         Aatas kehendak sendiri
·         Berhak tasaruf (menyerahkan) hartanya
b.      Adanya barang yang diperjual belikan. Syarat sah barang yang diperjualbelikan, yaitu barang itu suci, memiliki manfaat, milik sendiri atau diberi kuasa orang lain, jelas dan dapat dikuasai penjual dan pembeli serta diketahui kedua belah pihak, baik mengenai kadar, jenis, sifat, dan harganya.
c.       Adanya alat untuk menukar dalam kegiatan jual beli
d.      Adanya akad, yaitu Ijab dan Kabul antara penjual dan pembeli.


2)       Bentuk-bentuk jual beli
a)      Jual beli yang sah tetapi terlarang  yaitu jual beli sebagai berikut :
1.      Menyakiti perasaan yang membeli.
2.      Menaikkan harga dengan sangat tinggi sehingga meresahkan masyarakat.
3.      Jual beli yang dilakukan pada waktu akan menunaikan shalat jumat.
4.      Membeli atau menjual barang yang sedang ditawar orang lain yang masih dalam masa khiyar.
5.      Membeli barang pedagang kampung dengan cara menghadangnya dipinggir jalan sebelum pedagang itu mengetahui harga aslinya.
6.      Membeli barang untuk ditimbun dengan maksud agar kelak dapat menjual dengan harga tinggi dan merih keuntungan yang besar.
7.      Memperjual belikan barang yang sah tetapi untuk maksiat, seperti membeli ayam jago untuk diadu.
8.      Jual beli dengan maksud untuk menipu, seperti diluarnya tampak baik namun didalamnya rusak.
b)      Jual beli yang terlarang dan tidak sah 9kurang syarat dan rukunnya)
1.      Menjual air mani (sperma) binatang jantan karena tidak diketahui kadarnya dan tidak ada serah terima.
2.      Menjual sesuatu yang belum ada ditangan. Artinya barang yang dijual masih berada ditangan penjual pertama dan belum diterima oleh penjual kedua.
3.      Menjual dengan sistem ijon. Artinya, jual beli yang belum jelas barangnya.
4.      Jual beli anak binatang ternak yang masih dalam kandungan.
5.      Jual beli benda najis, minuman keras, babi, bangkai dan sebagainya.
c)       Jual beli garar
Jual beli garar adalah jual beli yang tidak jelas takaran timbangan atau atau benda yang diperjual belikan. Misalnya, membeli buah manga yang masih muda dan diambil saat sudah masak. Siapa yang dapat memastikan buah itu dapat panen? Jika terjadi badai atau hujan lebat, lalu semua buahnya berguguran maka tentunya akan terjadi gagal panen.

3)      Khiyar
Khiyar adalah masa memilih untuk melanjutkan transaksi atau membatalkannya. Tujuan Khiyar adalah agar tidak terjadi penyesalan dalam transaksi, karena belum dipikirkan secara matang transaksi yang akan dilakukan.

Ada tiga macam Khiyar :
1)      Khiyar Majelis yaitu pembeli dan penjual dapat memilih melanjutkan transaksi atau membatalkannya.
2)      Khiyar Syarat yaitu masa memilih itu dijadikan syarat oleh penjual, pembeli atau keduanya.
3)      Khiyar aibil ( cacat) yaitu pembeli boleh mengembalikan benda yang dibelinya jika benda itu ternyata memiliki cacat.
4)      Perilaku yang mencerminkan patuh terhadap hukum jual beli

Praktik jual beli baik hendaknya menimbulkan sikap dan perilaku sebagai berikut :
1)                  Menumbuhkan dan membina ketentraman jiwa dan kebahagiaan.
2)                  Keuntungan yang diperoleh dipergunakan untuk memenuhi nafkah keluarga.
3)                  Sebagai sarana ibadah.
4)                  Menolak kemungkaran.


2.2.2  Larangan Riba


a.      Pengertian dan ketentuan riba
Riba menurut bahasa artinya tambahan atau kelebihan. Menutur istilah, riba adalah akad-akad atau transaksi yang pada waktu meminjam menukar suatu barang tertentu ada tambahan presentase atau kelebihan.
Rosulullah pernah bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam hendaklah sama banyaknya, tunai, dan serah terima. Apabila berlainan jenisnya, boleh kamu jual sehendakmu asal tunai“ (HR, Muslim dan Ahmad).

b.      Dalil tentang larangan riba
1. Artinya, “wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada allah agar kamu beruntung “ (QS. Ali Imran / 3 : 130)
2. Artinya, “wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada allah dan tinggalkan sisa riba ( yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman “ (QS. Al-Baqarah / 2 :278)

c.       Macam-macam riba
1)                  Riba Fadli yaitu tukar menukar barang sejenis tetapi tidak sama timbangan, ukuran dan kualitasnya.
2)                  Riba Qordi yaitu riba yang disebabkan utang piutang yang dikenakan bunga tinggi.
3)                  Riba Nasi’ah yaitu tambahan bunga atau rente berganda.
4)                  Riba Yad yaitu riba yang disebabkan terpisahnya tempat akad atau tempat transaksi sebelum serah terima barang.

d.      Bahaya Riba
1.                  Adanya pihak yang dirugikan, yaitu mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan kepada pihak yang berhutang.
2.                  Dapat memupuk sifat rakus, tamak, dan bahil serta tidak peduli terhadap sesama.
3.                  Dibenci oleh Allah SWT (QS Al- Baqarah/2: 279)
4.                  Mendapat hukuman di dunia dan di akhirat dari Allah SWT, seperti hartanya tidak berkah dan tidak bertambah (QS Ar-Rum/30: 39) serta jiwanya tidak tenang (QS AL Baqarah/2: 275)
5.                  Terjadi kesenjangan dalam masyarakat karena uang hanya beredar pada orang-orang tertentu.

e.      Menunjukan perilaku menghindari riba
1.                  Terbiasa mencari rezeki dengan bekerja keras secara halal.
2.                  Terbiasa melakukan pembayaran dengan tunai sehingga terhindar dari beban utang.
3.                  Terbiasa menolonh dan meringankan beban orang yang ditimpa kesusahan dan kesulitan
4.                  Menolak sistem bunga dengan menabung di bank syariah yang menggunakan sistem bagi hasil.

 

2.2.3        Lembaga Keuangan Bank (Syariah)


a.                  Pengertian Bank Syariah
Bank syariah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat dan kegiatannya adalah memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariat adalah aturan perjanjian berdasarkan hokum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariat.

b.                  Konsep pengelolaan bank syariah
1.                  Islam memandang harta yang dimiliki manusia adalah titipan atau amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai dengan ajaran islam.
2.                  Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah atau simpanan sesuai dengan ajaran islam.
3.                  Bank syariah menempatkan karakter atau sikap, baik nasabah maupun pengelola bank pada posisi yang sangat penting sekaligus menempatkan sikap ahlak terpuji sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank.
4.                  Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, sederajat, dan ketentraman antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
5.                  Prinsip bagi hasil dapat dijelaskan sebagai berikut.
a)      Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu dengan berpedomman pada kemungkinan untung dan rugi.
b)      Besarnya bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c)      Jumlah poembagian hasil mmeningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
d)      Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.
e)      Bagi hasil tergantung keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

c.                   Kegiatan perbankan syariah
                                                                          i.      Produk penghimpunan dana
a.                  Akad penitipan barang/uang disebut wadi’ah. Wadi’ah ini terdiri dari dua macam:
1.                  Wadi’ah yad amanah, yaitu akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan/kehilangan barang titipan yang bukan diakibatakan perbuatan atau kelalaian penerima titipan.
2.                  Wadi’ah yad damanah, yaitu akad penitipan barang/uang dimanak pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan.
b.                  Akad antara pemilik modal dengan pengelola disebut mudarabah. Tujuan mudarabah ini adalah untuk memperolah pendapatan atau keuntungan, dikenal dengan sebutan bagi hasil. Macam macam mudarabah adalah sebagai berikut:
1.                  Mudarabah mutlak, yaitu penerima titipan (mudarib) diberi kekuasaan penuh untuk mengelola modal.
2.                  Mudarabah muqoyyadah, yaaitu pemilik modal (sahibul mal) menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi penerima titipan (mudarib) mengenai tempat, tujuan maupun jenis usaha.
                                                                        ii.      Produk penyaluran dana
a.                  Sistem jual beli
(1)               Pembiayaan untuk pembelian barang yang disebut bai’al mudarabah. Bentuknya adalah pihak bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan mencicil harga yang dibelinya.
(2)               Bai’as salam yaitu pembiayaan sector pertanian, peternakan, atau perkebunan (jangka pendek). Bentuknya adalah bank bertindak sebagai pembeli dan nasabah sebgai penjual, kemudian produk yang dimaksud dijual kembali kepada nasabah lain yang membutuhkannya.
(3)               Bai’al istisna’ yaitu pembiayaan konstruksi dan barang-barang manufaktur jangka pendek. Bentuknya adalah bank bertindak sebagai pemesan atau  pembeli sedangkan nasabah bertindak sebgaia penjual produk bank yang dapat menyalurkan dana secara bertahap sesuai dengan prinsip.
b.                  Sistem bagi hasil
(1)               Sistem ini dibuat untuk pembiayaan proyek-proyek jangka pendek maupun jangka panjang. Produk ini  disebut juga mudarabah. Bank dapat bertindak sebagai sahibul mal atau pemilik modal yang menyediakan modal 100% dan nasabah bertindak sebagai mudarib. Jika proyek mendapatkan keuntungan, keuntungan dibagi menurut kesepakatan awal, sedang bila terjadi kerugian yang bukan disebabkan kelalaian nasabah, maka hal itu menjadi risiko bank.
(2)               Sistem ini dbuat jika proyek dibiayai bersama antara nasabah dan bank serta keuntungannya pun dibagi bersama. Produk ini disebut juga musyarakah.
                                                                      iii.      Produk jasa
1)                  Wakalah yaitu Bank bertindak sebagai wakil nasabah. Prinsip ini ditetapkan untuk pengiriman uang (transfer), penagihan (inkaso, dan letter of credit.
2)                  Kafalah, yaitu jasa penjamin nasabah atau pemberian garansi oleh bank.
3)                  Hawalah, yaitu jasa pengembalian piutang nasabah.
4)                  Rahn, yaitu jasa ini berupa gadari dari nasabah kepada bank sebagai penjamin pembiayaan.


2.2.4  Lembaga Keuangan Nonbank


a)      Syirkah (Perseroan), yaitu persetujuan dua orang atau lebih untuk membuka perusahaan dengan tujuan berbagi keuntungan. Kerja sama ini biasanya meliputi modal dan jasa, persentase kepemilikan saham, pemilik dan pengelola, dan bidang apasaja yang akan digarap bersama. Syirkah terbagi dua, yaitu sebagai berikut :
1)      Syirkah inan (serikat harta), yaitu akad yang terjadi antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu bisnis atas dasar membagi untung dan rugi sesuai dengan jumlah modalnya masing-masing.
2)      Syirkah ‘abdan (serikat kerja), yaitu perserikatan antara dua orang atau lebih untuk melakukan usaha/perkerjaan yang hasilnya dibagi di antara mereka menurut perjanjian. Misalnya, perserikatan dalam usaha konveksi, bangunan, dan lain sebagainya.
a)                  Manfaat serikat kerja antara lain sebagai berikut.
1)      Menjalin hubungan persaudaraan, khususnya sesame anggota serikat.
2)      Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota serikat.
3)      Menyelesaikan dengan baik pekerjaan-pekerjaan besar yang tidak dapat dikerjakan sendiri dan hasilnya untuk kepentingan umat manusia. Misalnya, membuat alat-alat transportasi, seperti kapal laut, pesawat udara, kereta api, dan berbagai jenis barang tambang, seperti minyak, batu bara, dan lain-lain.
4)      Menciptakan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, dan kebudayaan serta dalam bidang pertahanan dan keamanan (HANKAM).
b)                  Macam-macam serikat kerja antara lain sebagai berikut.
1)      Qirad, yaitu pemberian modal dari seseorang kepada orang lain untuk usaha atau dagang. Sedangkan keuntungan dibagi antara keduanya sesuai dengan perjanjian. Modal dalam qirad dapat berupa uang atau berupa benda yang dapat diperhitungkan harganya.
2)      Musaqah, yaitu kerja sama antara pemilik kebun dengan pemelihara kebun disertai perjanjian bagi hasil yang jumlahnya ditentukan menurut kesepakatan bersama.
3)      Muzara’ah, yaitu kerja sama antara pemilik tanah (sawah/ladang) dan penggarap dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sementara bibit atau benih dari penggarap dan penggarap yang wajib mengeluarkan zakatnya.
4)      Mukhabarah, yaitu kerja sama antara pemilik tanah (sawah/ladang) dan penggarap dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sementara bibit atau benih dari pemilik tanah dan pemilik tanah yang wajib mengeluarkan zakatnya.

b)      Asuransi Syariah
1)                  Pengertian
Asuransi syariah adalah asuransi yang memiliki landasan saling menggung atau saling menjamin. Pengertian ini mengandung pemahaman saling memikul risiko diantara sesame sehingga antara yang satu dengan yang lain saling menanggung atas risiko yang terjadi. Saling pikul ini dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabaruk atau dana ibadah. Dengan demikian, asuransi syariah mengandung prinsip-prinsip tauhid, saling menyayangi, saling membantu, serta saling melindungi dan bertanggung jawab kepada sesame muslim dan manusia pada umumnya.
2)                  Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Biasa
a)                  Pada asuransi syariah ada Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dana. Adapun pada asuransi konvensional tidak dikenal adanya Dewan Pengawas Syariah.
b)                  Akad yang akan dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong-menolong dan bukan akad jual beli.
c)                  Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudarabah) dan tidak ada unsure riba, maisir, dan garar sebagai landasan investasi sebab mereka yang meninggal, mengundurkan diri, atau membatalkan kontrak dapat mengambil dananya kembali dengan dipotong sedikit dana tabaruk walaupun baru membayar premi beberapa kali ansuran.
d)                  Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta.
e)                  Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola, sedangkan pada asuransi biasa (konvensional), dana yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi.
f)                   Masalah klaim pada asuransi syariah diambil dari rekening tabaruk seluruh nasabah. Oleh karena itu, sejak awal nasabah sudah ikhlas ada sebagian dana yang dipakai untuk tolong-menolong bila di antara nasabah terkena musibah. Adapun pada asuransi biasa (konvensional) pembayaran klaim diambil dari rekening perusahaan.
g)                  Pada asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh dibagi antara perusahaan dan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan, sedangkan pada asuransi biasa (konvensional) seluruh keuntungan menjadi milik perusahaan.

2.2.5  Menunjukkan Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan Terhadap Hukum Islam tentang Kerja Sama Ekonomi

a)                  Harta yang dimiliki seorang muslim merupakan anugerah sekaligus amanah yang diberikan Allah swt. Sehingga cara mencarinya, mengelolanya, atau memanfaatkannya harus sesuai dengan aturan-aturan yang disampaikan Allah swt.
b)                  Salah satunya konsep ajaran Islam adalah tidak boleh merugikan pihak lain. Oleh Karena itu, kerja sama bidang ekonomi dalam konsep Islam harus berdasarkan prinsip keadilan dan sederajat serta akhlak mulia sebagai sikap dasar dalam bermuamalah.
c)                  Melaksanakan syariat Islam secara keseluruhan (kafah) dalam segala sendi kehidupan, termasuk dalam transaksi ekonomi dan fikih muamalah.



























BAB III

KESIMPULAN


Ekonomi islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun Islam dan rukun Iman. Adapun prinsinp dasar dari ekonomi Islam yaitu, tauhid, ahlak, dan keseimbangan. Karakteristik dari ekonomi Islam antara lain:
-          Harta yang ada di dunia ini milik Allah
-          Ekonomi terikat dengan akidah, syariah, dan mal

-          Ekonomi islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LIRIK BTS - SERENDIPITY (HANGUL, BAHASA INGGRIS, ROMANIZATION, TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA)

Mewarnai Gambar Hasil Scan | #1 Tutorial Photoshop